Pada tulisan Bagian Pertama dari tulisan saya, Kita sudah melihat alur pola pikir dari pergerakan harga dari saham-saham konvensional.

Pada tulisan Bagian Pertama dari tulisan saya, Kita sudah melihat alur pola pikir dari pergerakan harga dari saham-saham konvensional.

Itu pola pikir pergerakan saham konvensional… lalu.. dengan alur pola pikir pergerakan harga konvensional seperti itu diatas, mungkin kita akan berpikir bahwa alur pola pikir pergerakan harga saham syariah bakal seperti berikut ini:

Bener dong… seperti itu… kan kita tinggal mengganti saja: Konvensional dengan Syariah, Saham (konvensional) dengan Saham Syariah, IHSG dengan ISSI, aturan perdagangan konvensional vs aturan perdaganan syariah, sektoral konvensional vs sektoral syariah. Bener dong seperti itu?

Nah sekarang … bagaimana logika pergerakan pasar jika kita melakukan investasi secara Syariah? Apakah sama juga? Ya jelas berbeda. TERNYATA… Pola pikir pergerakan harga saham konvensional, itu BERBEDA!!! SANGAT JAUH BERBEDA!!!!

Pola pikir pergerakan harga Saham Syariah dan Saham Konvensional itu tidak seperti MENGGANTI kata KONVENSIONAL menjadi SYARIAH!!! POLA PIKIR PERGERAKAN HARGA dari KEDUANYA JAUH BERBEDA!!!

Mengapa bisa JAUH BERBEDA pola pikir pergerakan harganya? Menurut hemat saya (#IMHO nih ye… hehehe) setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab perbedaannya.

PERTAMA ; Masalah besarnya BESARNYA DANA KELOAAN

Di Pasar Modal itu, besarnya dana kelolaan reksadana itu sangatlah ‘menentukan’. Menentukan ‘kekuatan’ atau ‘pengaruh’ dari reksadana tersebut terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan.

Masalahnya disini adalah: Hingga akhir 2019, jumlah dana kelolaan dari Reksadana Syariah masih teramat sangat kecil jika dibandingkan dengan dana kelolaan dari Reksadana Konvensional!

Hingga akhir 2018, dana kelolaan dari Reksadana Konvensional sudah mencapai Rp 143,8 trilyun. Angka ini lebih dari 14 kali lipat dari jumlah dana kelolaan dari reksadana Syariah yang pada waktu yang sama, hanya mencapai Rp 9,97 trilyun. Di tahun 2019, #KrisisSahamGorengan menjadikannya lebih parah. Dana kelolaan dari Reksadana Syariah terpangkas 41.5 persen sehingga hanya menjadi hanya sebesar Rp 5,83 trilyun. Padahal, untuk Reksadana Saham Konvensional, jumlah dana kelolaan di tahun 2019 ini hanya susut minim, Rp 9,53 trilyun atau hanya turun sebesar 6,62 persen dari dana kelolaan di tahun sebelumnya. Penurunan ini tentu saja membuat pangsa pasar atau market share dari Reksadana Syariah mengalami penurunan sangat signifikan.

Reksadana Saham Syariah yang di tahun 2018 masih bisa memperoleh pangsa pasar sebesar 6,5 persen dari total dana kelolaan reksadana saham, di tahun 2019 pangsa pasarnya susut 35.3 persen menjadi hanya sebesar 4,2 persen.

Jadi.. #KrisisSahamGorengan yang terjadi pada tahun 2019 kemarin, memang tidak hanya membuat total nilai dari dana kelolaan reksadana saham syariah turun sebesar 41.5 persen, tapi juga membuat pangsa pasar Reksadana Saham Syariah turun 35,3 persen! Pengaruh dari Reksadana Syariah terhadap pasar modal memang sangat kecil jika dibandingkan dengan pengaruh dari Reksadana Saham Konvensional. Sudah angkanya kecil, turun tajam pula!!! Reksadana Saham Syariah baru berfungsi sebagai pelengkap dari Reksadana Saham secara keseluruhan, dan tentu saja menjadi Pelengkap Penderita (karena mengalami penurunan NAB sangat tajam) dalam Krisis Saham Gorengan 2019 lalu.

KEDUA: Masalah distribusi KAPITALISASI PASAR

Logika pergerakan harga dari saham-saham ISSI… awalnya memang seperti dibawah ini:

Akan tetapi, realitanya.. pergerakan harga dari saham-saham ISSI sebenarnya tidak seperti itu.

Kita lihat deh.. 20 saham Big Caps IHSG vs 20 Saham Big Capsnya ISSI

20 Big Caps IHSG vs 20 Big Caps ISSI

Sepertinya masih normal.. 20 Saham Big Caps pada IHSG.. sebenarnya menjadi penghuni masih menjadi 12 saham terbesar dari ISSI.

Akan tetapi.. realita sebenarnya lebih seperti ini:

Aktifitas dari Pemodal Asing, sebenarnya sudah sejak tahun 2017 terus mengalami penurunan

Aliran Dana Asing sejak 2011 – 2020

Dari gambar diatas.. Dana Asing jangka pendek sebenarnya masih sering keluar masuk dari bursa kita sejak tahun 2011 hingga tahun 2017. Akan tetapi, semenjak tahun 2017, ketika pemodal asing semakin tidak yakin dengan ‘kinerja pemerintah dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi diatas 5%’ .. pemodal asing kemudian mulai melepas posisi di pasar modal kita. Tekanan jualnya demikian besar, demikian massif, sehingga mereka melepas posisi investasi yang mereka lakukan (posisi diatas angka nol adalah posisi jangka pendek… posisi dibawah angka nol, berarti posisi jangka panjang). Dengan posisi dari pemodal asing yang lebih cenderung berada di posisi jual ini, aktifitas dari pemodal asing sebenarnya juga menjadi minim. Saking minimnya, posisi mereka sebenarnya tinggal terkonsentrasi pada saham-saham big caps yang likuid.

Surutnya aktifitas dari pemodal asing ini, membuat transaksi mereka menjadi terbatas. Surutnya aktifitas ini, membuat saham-saham memiliki pengaruh besar terhadap indeks serta yang penggeraknya ‘murni pasar’ (berarti semua investor bertransaksi) menjadi semakin berkurang. Pasar lebih didominasi oleh investor Aseng (investor lokal yang berpura-pura menjadi investor Asing). Dari 20 saham Big Caps tersebut, Pemodal asing kini terlihat semakin memfokuskan sebagian besar transaksinya pada 10 saham big caps.. itupun tidak semua karena saham-saham berlikuditas kecil seperti BRPT dan TPIA juga mereka hindari. Hasilnya: Saham yang penggeraknya ‘MURNI PASAR’ .. sebenarnya tinggal sekitar 8 saham.

Loh pak.. kalau yang ‘saham murni pasar’ dimana semua orang bertransaksi tinggal 8 saham…. berapa Saham Big Caps yang juga Saham Syariah yang penggeraknya ‘murni pasar’? Ya tinggal dihitung saja.. dilihat tabel diatas.. tinggal 3 saham doang kan? ASII, TLKM, dan UNVR. Saham-saham Syariah memang lebih didominasi oleh saham-saham berkapitalisasi pasar yang menengah hingga kecil (mid to small cap), saham-saham yang penggeraknya ‘bukan pasar murni’.

Jadi… kalau anda heran.. mengapa banyak reksadana syariah yang menjadi korban dari #KrisisSahamGorengan2019 ini? Mengapa kondisi seperti dibawah ini bisa terjadi?

Yaitu memang karena Saham Syariah itu lebih dominasi oleh saham-saham mid-small cap.. saham-saham yang sangat rawan praktek penggorengan saham.

Eh.. tapi.. ada yang serem sebenarnya dari sini buat kita-kita yang ingin ‘mengkampanyekan’ Investasi Saham Syariah :

Melakukan Kampanye Investasi Saham Syariah (jika tidak dilakukan dengan benar dan berhati-hati) sebenarnya sama saja dengan melakukan Kampanye Saham Gorengan!!!

Loh Pak Tommy… apa yang salah sih dengan saham gorengan? Mengapa Pak Tommy anti banget sama yang namanya Saham Gorengan?

Begini.. penggorengan saham itu, sebenarnya adalah ‘cara orang untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang batil’ di pasar modal. Mereka benar-benar ‘memanfaatkan’ celah-celah yang ada dalam peraturan untuk ‘mengambil harta orang lain’ (baca tulisan saya mengenai Pasal Karet dalam UU Pasar Modal pada link berikut ini).

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 29)

Penggoreng saham ini ‘mengkondisikan’ agar perdagangan terlihat seperti perdagangan yang adil… padahal bentuk aslinya, mereka hanya ‘mengambil uang’ orang lain dengan melakukan pertukaran atas kertas yang mereka miliki, dengan uang yang dalam kekuasaan Kita.

Begitu menurut hemat saya.. #IMHO

Investasi atau beli jual saham syariah itu hukumnya memang BOLEH sesuai dengan Fatwa DSN MUI no 80 tahun 2011. Akan tetapi, kita memang harus melakukanny dengan lebih berhati-hati dan lebih bertanggung jawab, agar kita tidak terjebak dalam permainan dari ‘orang-orang’ yang melakukan kejahatan di Pasar

Pak.. emang mereka melakukan kejahatan ya? Kok mereka tidak ditangkap?

Hehehe.. sekali lagi. Pertama: karena ada ‘pasal karet dalam UU Pasar Modal yang membuat mereka tidak bisa ditangkap. Yang kedua: kalau mereka itu korporasi, atau mereka itu non muslim deh… apa mereka harus ikut aturan Perdagangan Saham Secara Syariah?

Ingat : Aturan Perdagangan Saham secara Syariah itu hanya mengikat Orang yang ingin melakukan Perdagangan Saham Secara Syariah. Kalau mereka memang sejak awal tidak kepingin melakukan perdagangan saham secara syariah… ya mereka tidak terikat dengan aturan itu.

Aturan Perdagangan Syariah hanya merupakan ‘petunjuk perilaku bagi mereka yang ingin melakukan perdagangan saham secara syariah. Aturan ini BUKAN MERUPAKAN JAMINAN bahwa setiap saham syariah, perdagangannya bebas dari perilaku-perilaku yang melanggar aturan perdagangan syariah.

Bisa dipahami kan?

Jangan lupa membaca Bagian Pertama dari tulisan saya ini. Terima kasih.