Jangan Taruh Semua Duit Mu di Saham
- 21 February 2020
- 0
Pernah mendengar nasehat investasi yang menggunakan kata “telur”. Bukan yang “Jangan potong angsa bertelur emas” tapi “Jangan taruh semua telur milik mu dalam satu keranjang”
Pernah mendengar nasehat investasi yang menggunakan kata “telur”. Bukan yang “Jangan potong angsa bertelur emas” tapi “Jangan taruh semua telur milik mu dalam satu keranjang”
Diversifikasi Untuk Kelola Resiko, Jangan Taruh di Satu Instrumen
Nah nasehat investasi itu sebenarnya untuk menggambarkan soal risiko dari investasi yang terpusat kepada hanya satu instrument saja. Mengingat masih masing instrument punya risiko, likuiditas dan potensi return yang berbeda maka menempatkan pada satu jenis instrument dari keseluruhan aset kita sangat berbahaya dalam jangka panjang.
Ambil contoh bila semua aset kita dalam bentuk property misalkan rumah atau tanah. Walaupun memiliki risiko yang rendah den potensi pengembalian return yang cukup tinggi namun cenderung tidak likuid. Selain itu rumah juga banyak sekali biaya lain-lainnya baik untuk akuisisi, likudasi maupun perawatan.
Berbeda halnya dengan saham, instrument ini sangat likuid karena setiap hari nyaris 6 – 7 trilyun nilai transaksinya di bursa efek IDX. Potensi return juga cukup bagus (biasanya di atas level inflasi atau instrument investasi pendapatan tetap seperti obligasi atau sukuk) namun punya risiko yang cukup besar.
Oleh karena itu bila ada klien yang bertanya “Boleh kah semua asset yang saya miliki dalam bentuk saham ?” Jawaban nya singkat : JANGAN (pakai huruf kapital, di-bold dan warna merah).
Kenapa demikian ? Saham memiliki 3 unsur risiko yang pasti bisa terjadi. Apa saja risiko nya ? Kita bahas satu persatu
Risiko Transaksi , Jangan Beli Saham Tanpa Rencana Trading
Jangan diartikan bahwa setiap saham yang kita beli lalu serta merta akan naik. No way !!
Ada potensi bahwa saham yang kita beli bisa naik dan turun seperti halnya sebuah zig zag. Tidak bisa berharap saham akan naik seperti garis trend yang menanjak mulus tanpa hambatan. Hari ini ada cerita menarik bagaimana sebuah saham bisa kehilangan nilai. Saham TOPS yang sempat punya kapitalisasi pasar hingga 30an Trilyun dan jadi salah satu pengerak sector Property harus kehilangan nilai hingga tinggal 1,6 Trilyun setelah sahamnya berangsur turun dari level 1000 ke 50 perak. Di sini jelas ada risiko transaksi berkurangnya nilai saham sebesar 95%. Bayangkan kalau nilai saham yang kita beli alih alih naik malah turun segitu. Bukan happy malah stress lah kita.
Risiko Pasar , Jangan Jual Semua Aset Lalu Masukkan di Saham
Pasar saham itu bergerak naik turun sesuai dengan sentiment. Pada saat positif maka pasar akan bergerak naik ke atas namun bila negatif bisa ambles cium dengkul.
Adanya sentiment yang menggerakan pasar naik turun ini membuat investasi di saham dalam jangka pendek bisa saja alami penurunan nilai. Namun secara jangka panjang saham cenderung terus naik.
Oleh karena itu jangan kaget bila seseorang bisa mendadak jadi kaya raya karena sahamnya naik lalu menjadi kere alias miskin mendadak karena harga sahamnya turun.
Ingat dulu keluarga Bakrie sempat menjadi orang kaya no 1 di Indonesia saat saham saham Bakrie Group seperti BUMI, BTEL, ENRG, DEWA, BTEL, UNSP dan BNBR sangat dominan di bursa efek. Namun setelah saham sahamnya mencapai nilai terendah di 50 mereka tidak masuk lagi ke jajaran Top 3 Orang Terkaya Indonesia.
Oleh karena itu jangan menempatkan 100% aset kita pada saham. Mungkin yang terbaik adalah 20% dari total aset bersih kita. Misalkan kita punya aset bersih 5 milyar maka idealnya instrument saham yang kita punya dikisaran 1 milyar rupiah.
Risiko Likuiditas, Jangan Taruh di Saham Tidak Likuid
Walaupun saham termasuk instrument yang likuid namun tidak serta merta bahwa saham yang kita miliki pasti likuid mengikuti pasar. Oleh karena itu salah satu hal pertama yang perlu kita cek sebelum membeli saham dengan melihat transaksi historical saham tersebut apakah termasuk kategori yang likuid.
Definisi likuid yang paling sederhana adalah bila transaksi harian memiliki value lebih dari 2 milyar maka dipastikan bahwa saham tersebut likuid. HIndari saham yang transaksinya timbul tenggelam, kadang ada dan kadang tiada. Karena akan mempersulit kita untuk penjualannya nanti : bisa saja kita beli sahamnya tapi tidak ada yang mau menampung saat menjual.
Daftar saham saham yang likuid di bursa IDX dapat dilihat dalam list LQ-45. Saham yang ada di sana tidak serta merta bagus secara penilaian kinerja usaha namun sangat likuid berdasarkan sejarah transaksi harian sebelum dimasukkan dalam daftar tersebut.
Risiko likuditas di sini juga terkait dengan adanya potensi suspensi pada saham dimana bila sebuah saham terindikasi ada potensi pelanggaran administrative atau kejanggalan transaksi dapat dikenai sanksi oleh bursa dalam bentuk suspensi. Sanksi ini membuat saham tidak dapat diperdagangkan sementara waktu sehingga terjadi potensi kerugian karena saham mendadak menjadi tidak likuid sama sekali. Oleh karena itu pilihlah saham saham yang memiliki management yang cakap dan mematuhi aturan aturan yang diterapkan di bursa dan OJK sehingga terhindar dari potensi dikenakan suspensi.
Sudah mulai paham kan mengapa meletakkan dalam satu keranjang semua aset kita tidak bagus. Karena masih masih punya keunggulan dan kekurangan masing masing maka ada baiknya melakukan diversifikasi dari sekarang sehingga secara agregat kita bisa mendapatkan manfaat masing masing tanpa mengabaikan risiko yang ada.