PT Barito Pacific Tbk (BRPT) adalah perusahaan energi terintegrasi yang berbasis di Indonesia dengan berbagai aset di sektor energi dan industri. Melalui Star Energy Geothermal, Barito Pacific mengoperasikan perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia dan perusahaan panas bumi terbesar ketiga di dunia. 

Pada tahun 2007, Perseroan menjadi pemegang saham mayoritas di PT Chandra Asri, satu satunya produsen olefin di Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 70%. Upaya ekspansi melalui akuisisi ini terus berlanjut di mana Perseroan mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk, sebuah perusahaan polypropylene terkemuka di Indonesia pada 2008. Kedua entitas anak ini kemudian digabungkan menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (“Chandra Asri”) pada tahun 2011. Akuisisi ini menjadikan Chandra Asri sebagai produsen petrokimia terbesar yang terintegrasi dan satu-satunya di Indonesia. 

Dengan berbagai kebijakan strategis, Perseroan terus membangun fondasi yang kuat menuju pertumbuhan yang berkelanjutan. Pada 15 Maret 2017, Perseroan melalui entitas PT Putra Indo Tenaga, anak perusahaan PT Indonesia Power, yang merupakan salah satu dari anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Barito Wahana Lestari, anak perusahaan PT Barito Pacific, membentuk perusahaan patungan bernama PT Indo Raya Tenaga (“IRT”), masing-masing dengan kepemilikan saham sebesar 49% dan 51%. Pada 2020, seiring dengan masuknya mitra strategis, kepemilikan Perseroan berubah menjadi 34%. Saat ini, IRT tengah mengembangkan proyek pembangkit listrik ultra-supercritical buatan Korea dan Jerman yakni OECD yang terbukti lebih efisien dan rendah emisi karbon serta lebih andal, bertenaga batu bara berkapasitas 2 x 1.000 MW (Jawa 9 & 10) di Provinsi Banten. Pembangunan PLTU ini juga telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor 15 tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Ternal. Di mana dalam lampiran 1A mengharuskan emisi dibawah 550mg/Nm3 untuk Sox, 100mg/Nm3 untuk partikulat dan 550mg/Nm3 untuk NOx yang diharapkan dapat mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2025. 

Perseroan juga memperbesar bisnisnya ke bidang energi terbarukan dengan mengakuisisi mayoritas saham di Star Energy Group Holdings Pte. Ltd. (“Star Energy”) pada 7 Juni 2018 sebesar 66,67%. Star Energy Geothermal adalah produsen listrik bertenaga panas bumi dengan jumlah kapasitas terpasang 875 MW. 

Langkah strategis ini semakin mematangkan upaya Perseroan dalam mewujudkan visinya sebagai perusahaan sumber daya terdiversifikasi dan terintegrasi, dan mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pemimpin pasar nasional di sektor energi terbarukan.

Sebagai produsen energi panas bumi terkemuka di Indonesia, operasi gabungan Star Energy Geothermal di Wayang Windu, Salak, dan Darajat mampu menghasilkan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik jutaan rumah di Indonesia. Star Energy Geothermal bermitra dengan dua perusahaan milik negara, Pertamina Geothermal Energy dan PT PLN (Listrik) untuk mengubah energi panas bumi menjadi listrik di Jawa Barat.

Pada bulan April 2017, Konsorsium Star Energy Geothermal Indonesia menyelesaikan Perjanjian Jual Beli Saham untuk ladang panas bumi Salak dan Darajat, yang menghasilkan 413 MW listrik dan memasok 235 MW uap. Transaksi ini merupakan langkah besar menuju visi untuk menjadi perusahaan panas bumi terbesar dan terkemuka di dunia.

Sorotan operasional Star Energy saat ini adalah:

  • Di Pangalengan, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd mengoperasikan fasilitas geotermal dengan kapasitas pembangkitan bruto sebesar 227 MW
  • Di Sukabumi, Star Energy Geothermal Salak Ltd mengelola salah satu ladang panas bumi terbesar di dunia, dengan kapasitas pembangkitan bruto sebesar 197 MW dan kapasitas penjualan uap sebesar 180 MW
  • Di Garut, Star Energy Geothermal Darajat Ltd memiliki kapasitas pembangkitan kotor sebesar 216 MW dan kapasitas penjualan uap sebesar 55 MW

Selaras dengan visi Star Energy untuk menjadi perusahaan panas bumi terbesar dan terkemuka di dunia, Star Energy Geothermal bertujuan untuk memperoleh peluang pengelolaan panas bumi dengan resiko terendah termasuk lapangan panas bumi “cokelat” dan “hijau.” Dua tempat yang memiliki prospek ini yaitu Gunung Hamiding, Provinsi Maluku Utara, dan Sekincau Selatan, Provinsi Lampung, dan selanjutnya akan menjaga pasokan listrik negara dari sumber energi terbarukan.